Spirit Perjuangan Bermula Dari Tradisi Diskusi



Ketika soekarno muda melanjutkan studinya di THS bandung,tinggal di sebuah kost yang tak lain adalah milik inggit garnasih, tradisi diskusi yang merupakan medium pemantang intelektualitas mungkin sebelumnya kurang begitu hidup. Sebagaimana diakui oleh inggit-perempuan yang kelak menjadi istri soekarno-bahwa ke-datangan soekarno telah membuat suasana kost lebih kompetitif seiring dengan topik-topik yang diangkat dalam diskusi tersebut menyangkut masalah-masalah kebangsaan .

Tradisi intelektual sebagaimana yang telah dilakukan oleh soekarno itu merupakan bentuk kesadaran kebangsaan yang salah satunya adalah untuk membangkitka semangat perlawanan terhadap pemerintahan kolonial belanda. Sebagai mahasiswa dengan gelar “Agent Of Change”, tak mungkin soekarno tinggal diam ditengah situasi yang amat mencekam. Dengan diadakannya diskusi sebagai medium tukar gagasan, diharap semangat kebangsaan semakin berkobar, dan perlahan namun pasti, belanda menjadi tidak “kerasan” karena pejuang pejuang baru bermunculan. Saat di bandung bungkarno sering kali mengorbankan semangat teman-teman belajarnya dengan cara mengadakan diskusi-diskusi kecil, tapi bermutu. Diskusi berlangsung dengan semangat berkobar-kobar. Bungkarno menuangkan gagasan-gagasannya lewat medium diskusi tersebut. Tukar gagasan adalah tradisi yang dikembangka oleh soekarno. Karena indonesia pada waktu itu menghadapi situasi yang mencekam, maka tradisi diskusi yang dikembangkan menyangkut sosial-politik, berikut bagaimana pola gerakan yang akan dilakukan.

Begitulah bung karno memiliki kebiasaan berdiskusi sembari berjuang membela hak-hak rakyat. Sebuah tradisi yang barangkali saat ini  nyaris hilang di kalangan anak-anak muda. Bung karno bukanlah sosok yang hanya duduk manis di bangku-bangku sekolah atau kampus. Selama menjadi mahasiswa, bung karno sering aktif dalam berbagai kegiatan, terutama kegiatan diskusi di kost nya, milik Inggit Garnasih. Dari dikusi itulah muncul semangat membela tanah air . dari diskusi itulah lahir perjuangan yang berkobar-kobar, dari tradisi itulah muncul semangat membela tanah air.

Tradisi bagi bung karno pada saat itu, bukanlah kegiatan yang semata mengasah intelektualitas agar mendapatkan kesuksesan di level akademik. Bukan itu tujuan bung karno. Bahwa di tingkat akademik bung karno sadar betapa pentingnya prestasi akademis, itu adalah hal yang lain. Tetapi yang ada di benaknya pada saat itu adalah bagaimana spirit kebangsaan itu tertanam kuat didalam dirinya. Dan tradisi dinggap paling epektif untuk membangkitkan itu. (andi setiadi,sisi lain bungkarno,2016).
Itu semua adalah sebuah langkah bagi bung karno dalam mengawal kemerdekaan negara indonesia. Seringkali kita dengar dari tetesan lidah bung karno “perjuanganku akan lebih mudah karena mengusir penjajah, namun perjuanganmu aka lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Bung karno ber-ucap seperti itu tidak hanya sebatas menggerakan bibir dan lidahnya saja. Melainkan hari ini terjadi bahwa yang sulit di taklukan itu adalah bangsa kita sendiri yang selalu bercuat tanpa adanya landasan ataupun referensi dan menganggap bahwa argumentasi-nya itu kebenaran yang hakiki. 


Dan apa kabar terhadap mahasiswa hari ini ? misi apa yang telah kalian rumuskan untuk membawa perubahan demi terjaganya nilai-nilai kebangsaan yang mesti kita pertahankan? Tentunya itu menjadi hal yang tabu ketika di singgung dengan hal-hal seperti itu. Marwah mahasiswa telah berkurang karena tergerus oleh jaman yang membuat kita terlena dan lupa akan perubahan. Hanya segelintir mahsiswa yang sadar akan semua itu, khususnya dalam membudayakan budaya diskusi kebanyakan mahasiswa hari ini bisanya meng-Apatiskan dirinya dengan hal-hal yang membuat negara lain menertawakan kita sebagai mahasiswa. Peran dan tanggung jawab mahasiswa kini hanya sebatas slogan yang tak berarti lagi dimata mahasiswa itu sendiri. Alangkah ngeri-nya negeri ini ketika seorang pemuda harapan bangsa hanya menjadi boneka yang tak berdaya. Yang seharusnya pemuda adalah taringnya sebuah negara dan menunjukan keganasan-nya terhadap mata dunia. Kini semua itu adalah sebuah angan-angan ketika melihat pemuda disibukan dengan menghisap narkoba, lagi-lagi negara lain menertawakannya. Mahasiswa sebagai kaum muda yang memiliki idealisme tinggi kini disibukan dengan teknologi yang melupakan dirinya sendiri bahwa sebenarnya mahasiswa sebagai kaum pemikir dan menghilangkan budaya diskusi.

Diskusi adalah sebuah pisau analisa kita dalam membuka wawasan khazanah keilmuan. Tanpa diskusi apa jadinya mahasiswa yang sering mengkritisi tanpa adanya referensi dan pada ahirnya-pun mati sendiri. Bahkan ada orang yang menganggap ngapain harus diskusi ? yang mana didalamnya hanya di isi dengan perdebatan untuk mengukur kemapuan dan kepintaran. Padahal dia sendiri adalah mahasiswa. Berarti dia tidak mengetahui peran dan tanggung jawab mahasiswa itu harus apa dan satu yang menjadi kemungkinan bahwa kuliah hanya menggugurkan kewajiban semata. Dengan IP tinggi mahasiswa sering kali bangga tetapi ngomongin kemampuan itu tidak ada karena IP nya didapat melalui pendekatan dosen dengan iming-iming semata. Tanpa melalui proses diskusi yang membuat kita sadar bahwa nilai adalah bukan tolak ukur kesuksesan tetapi kemampuan-lah yang menjadi satu hal yang patut diperhitungkan dalam dunia perkuliahan. Sejarah cristopler, membuktikan dia seorang yang pintar namun hidupnya biasa-biasa saja lain hal-nya dengan steve jobs yang membuat aturan sendiri dan trobosan dalam kampus sehingga sistempun dia lawan demi mengasah kemampuan tanpa adanya kekangan yang mengkrangkeng pikiran seorang mahasiswa. Wahai para kaum organisatoris, bangkitkanlah ghirah mahasiswa di zaman ini jangan sampai zaman yang menggerus kita, tetapi kita lah yang harus menggreus zaman dengan diskusi yang menjadi rutinitas kita sehari hari, dengan keilmuan kita harus melakukan perubahan demi bangsa yang berperadaban. Hidup mahasiswa.

“mustahil kemajuan terjadi tanpa perubahan, dan mereka yang tidak mengubah pikiran, tidak bisa mengubah apapun” (george benhard shaw).

“jika kau ingin membangun kapal, jangan mengerahkan orang untuk mengumpulkan kayudan jangan memberi mereka tugas dan pekerjaan. Ajarkanlah mereka untuk merindukan samudera tak bertepi “ (Antoine de Sant-Exupery).

“bakat ibarat penembak yang mengenai sasaran yang tak dicapai orang lain. Genius ibarat penembak yang mengenai sasaran yang tak dilihat orang lain” (Arthur schopenhauer).

Refrensi,
Andi setiadi, sisi lain bung karno,2016.
Eko prasetyo, bergeraklah mahasiswa,  2017.
@tetesanpenapermana/17 maret 2018

Komentar