![]() |
| Google.com |
"Aku berfikir maka aku ada" sebuah kalimat yang di ucapkan oleh salah seorang filsup yang bernama rene descartes, yang menandakan bahwa ketika manusia yang ada di dunia ini berfikir lalu kemudian dia mengargumentasikan nya dengan lantang dan relevan disitulah keberadaan seorang manusia itu akan di akui dan manusia itu hidup atas dasar pemikiran nya.
Lalu apakabar dengan mahasiswa ? Dengan titelnya, almamaternya,yang terkenal juga dengan idealisme katanya? Sejauh mana mahasiswa dalam konteks hari ini mengaksiologiskan otaknya untuk melakukan proses dialektika dalam ruang ruang sosial kemasyarakatannya.
Ah rasanya itu semua hanya menjadi slogan dan jargon keangkuhan seorang mahasiswa,yang kini kian marak memarginalisasikan pemikiran dan kehausan terhadap intelektualitas untuk menutupi dirinya dari sikap yang menurunkan kualitas maupun kuantitas diri dalam proses eksistensialisme nya.
Mahasiswa sekarang ini maknanya sudah terkaburkan. Tidak lagi menjadi satu kesatuan utuh dimana definisinya tak lagi satu apalagi pemaknaanya sudah dilacurkan oleh individu mahasiswanya itu sendiri. Ada mahasiswa yang mau berfikir tapi tidak mau angkat bicara, ada mahasiswa yang lantang berbicara tapi tidak melalui proses berfikir. Dalam proses dialektika itu baru masuk dua tahapan triadenya hegel tesis dengan antitesisnya, dan yang menjadikan degradasi atau dekritisasi mahasiswa yakni sedikit orang yang mau berfikir dan melantangkan ucapannya. Mungkin hanya satu dari seribu mahasiswa yang mampu seperti itu.
Lalu kemudian organisasi dengan mahasiswa ini bukanlah satu hal yang menjadi rivalitas diantara keduanya, koneksifitas keduanya sangatlah berpengaruh dalam membangun tingkat ke kritisan mahasiswa dengan daya analisa yang kuat karena di cekoki literatur yang sangat banyak bukan proses indoktrinasi yang nantinya akan mengajarkan mahasiswa ke dalam gerakan kaum barbar dengan gaya tarik berbicara tanpa ada makna terselubung di dalamnya. Daya jualnya ya hanya emosi untuk menjatuhkan mentalitas lawan katanya.
Seringkali kaum organisator kontemporer tidak memahami proses ideologisasi untuk menjaga marwah sebuah organisasi. Apalagi otak yang di tutupi tengkorak dan kulit kepalanya itu sudah teracuni oleh need for power kalau kata jalaludin rahmat itu. Atau di sebut dengan hasrat untuk berkuasa yang melambung tinggi sehingga melupakan internalisasi nilai yang mesti di selundupkan ke dalam ruang pikiran untuk menjernihkan proses gerakan.
Saya pikir organisasi tidak akan bertahan lama apalagi bertahan sampai ke alam baka toh di dalamnya pun sudah terjadi pergolakan yang di bicarakan adalah kepentingan untuk mendapatkan jabatan bukan lagi keilmuan dan sangatlah jauh ketika berbicara menyoal gagasan untuk masa depan.
Pemaknaan lima argumentasi kaderisasi harus terus di lestarikan untuk para refresentator organisasi yang di awali dengan proses ideologisasi (internalisasi nilai,tujuan,ke ranah organisasi), strategis(
pemberdayaan anggota), praktis (melakukan kaderisasi), pragmatis (persaingan antar kelompok, bukan berarti bersaing di dalam kelompok untuk mencipta kelompok baru), administratif (tersistematiskan dari proses awal hingga ahir).
Dari hal yang fundamental seperti inilah kita belajar tentang bagaimana menjaga pola pikir dan gerak supaya tersistematiskan. Sangat di sayangkan ketika mahasiswa idealisme nya terjual oleh rasa kepentingan. Narasi yang di bangun bukan lagi aktivis tapi jatuhnya di oportunis-pragmatis kata maulana yusuf (dikutif dari buku aktivis bingung eksis).
Fungsi dari pada organisasi sebagai wadah untuk memupuk para mahasiswa agar tingkat kepekaan terhadap realitas sosial itu tinggi, selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan dari tindakan refresip aparat dan birokrat pada masyarakat yang akan di sekaratkan.
Kurangnya budaya literasi dalam organisasi mahasiswa ini menjadi pemicu utama hadirnya ketumpulan proses dialektik mahasiswa. Karena kebanyakan organisasi hari ini dijadikan tempat persembunyian kemalasan. entah itu kemalasan dalam hal urusan kampus ataupun urusan lainnya. Jangan sampai ada anekdot "kader berfikir senior pun tertawa".
Seharusnya kini orientasi daripada organisasi mesti betul betul di luruskan dan di bersihkan jalannya dari duri duri yang menutupi jalan tersebut. Jangan sampai secara tujuan adalah pencapaian kemanusiaan tapi secara proses adalah perebutan kekuasaan. Kalau mekanisme kerjanya seperti itu, tidak salah lagi dengan narasi publik yang berlaku di kampus bahwa organisasi mahasiswa tidak jauh berbeda dengan partai politik.
Besarnya manusia tehitung dari besarnya proses yang di tempuh, besarnya organisasi tegantung dari berapa banyak orang yang waras dalam membesarkan dan menjaga organisasi tersebut. Cerdasnya seorang mahasiswa tergantung dari berapa literasi yang di baca lamanya berdiskusi dan hidmatnya melakukan sebuah aksi.
"Tidak ada lagi yang mesti di perjuangkan selain dari kebeneran dan keadilan melawan penindasan kemanusiaan"
(Membaca, berbicara dan melawan)
Deni permana, 22 maret 2019.

Komentar
Posting Komentar