Bahagia Dalam Luka


A
ku adalah anak yang terlahir dari keluarga sederhana. Ayah ku bukan seorang pengusaha ataupun penguasa, akan tetapi ayah adalah seorang yang setia dengan kebun dan ladangnya. Ibu bukan seorang yang ahli dalam bidang pedidikan ataupun perekonomian, tetapi ibu adalah orang yang piawai dalam memberikan motivasi bagi anak-anaknya agar menjadi seseorang yang sukses dalam pendidikan dan perekonomian.

Sebutlah aku si anak bungsu yang tidak tahu malu. Aku di besarkan bukan dengan didikan yang selalu di manjakan, tetapi aku di besarkan dengan didikan yang penuh dengan tantangan dan hujatan cacian yang ter amat mengerikan ketika di renungi tanpa adanya kesadaran. Hati kecilku sering berkata, kenapa hidupku sangat berbeda dengan anak-anak yang lainnya. Belaian dan perhatian sering kali mereka dapatkan tanpa harus meminta lebih awal. Namun itu semua hayal bagiku untuk mendapatkan semua itu, gubrisan dan sorotan mata tajam sering kali menusuk pandanganku, membuat tubuhku terbujur kaku sembari menundukan kepala karena merasa sangat takut. Hujan air mata selalu mengiringi kesedihanku di kala itu. Namun tak ada satupun orang yang mau menyusut derasanya air yang keluar dari kedua bola mataku. Orang lain hanya bisa melihat dan menertawakanku. Perasaan marah seringkali membumbung di dadaku, namun apa daya, aku hanya orang yang lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuh mungil hanya bisa terdiam menahan isakan-isakan yang tak terbendung lagi di dada.

Ku selalu membayangkan dan mempetanyakan kepada tuhan, kenapa aku harus dilahirkan ke dunia ini ketika aku hanya bisa dijadikan sebagai boneka mainan yang sesekali orang bebas mempermainkanku dan menendangku dari arah manapun. Bahkan ku sempat mempertanyakan tentang letak keadilan tuhan itu dimana ? karena ku merasa hidupku sangat penuh cobaan dan ujian yang nyaris membuatku mati akan perasaan. Kenapa tuhan menciptakanku apabila hanya ingin melihat hambanya tersiksa oleh suasana yang membuatku terluka ?  itulah semua pertanyaan ku terhadap tuhan kala itu karena dalam keterpurukan yang amat mendalam. Namun seiring berjalannya waktu semua pertanyaanku terjawab oleh suasana yang selalu mengiriku di belakang kesedihan ini. Perlahan ku menyadari bahwa aku diciptakan bukan untuk menjadi orang yang lemah dan pasrah akan keadaan. Aku adalah manusia yang di beri akal untuk di pergunakan sebaik mungkin dalam menjalani peliknya kehidupan di dunia ini. Menjadi orang kuat adalah salah satu tuntutan hidup yang harus ku lakoni. Karena tidak semua orang bisa menjadi kuat dan hebat.

Sesungguhnya orang yang mampu bertahanlah yang bisa menjalani kehidupan dengan penuh rasa kebahagiaan karena bisa memaknai proses yang telah di lewati. Aku sempat berpikir buruk terhadap kedua orang tua yang telah membesarkanku hingga saat ini. Namun hebatnya kedua orangtuaku dia sudah berpikir lebih maju jauh dari apa yang telah ada dalam pikiranku. Didikan kerasnya terhadapku bukan semata-mata dia membenciku. akan tetapi dia sangat menyayangiku. Karena dia ingin mempersiapkan diriku menjadi orang yang bermental baja untuk menghadapi kerasnya kehidupan di dunia serba modern ini. Cacian dan tamparannya ku maknai sebagai lahan pertempuran melawan kejumudan di jaman ini. Ternyata hidup ini tidak seindah yang dulu sejak kecil ku bayangkan. Tiada henti-hentinya ku mengucapkan syukur kepadamu tuhan dan terhadap orang tuaku yang telah membesarkanku menjadi orang kuat dan tidak cengeng. Kalian selalu mengajariku untuk selalu bersabar walaupun dengan cara yang tidak wajar bagi anak yang belum tau apa-apa. Akan tetapi itu semua menjadi modal besar bagiku menjadi seorang anak yang selalu ada dalam doa mu setiap saat.

Hal yang selalu membuatku menangis ketika teringat kalian, yakni pada saat ku ingin mendapatkan 
kasih dan sayangmu aku selalu mencoba untuk sakit. Disitulah ku mendapatkan manisnya perhatian dan belaian kalian, raut wajah yang asalnya terlihat sangar dan menghantui pandanganku, kini terlihat sedikit mengkerut karena kecemasanmu terhadapku. Perasaan bahagia menyelimuti diri ini walaupun tersimpan luka yang menjadi ku bertindak demikian. Ibu dan ayahku kalianlah kado yang paling ter indah dalam hidupku, kalian adalah nahkoda dalam hidupku, yang senantiasa mengantarkanku menggapai tujuan yang ingin ku tempuh. Cucuran keringatmu selalu kau hiraukan demi sang anak yang kelak akan membanggakan. Rasa lelahmu selalu kau tepis demi doa yang selalu kau harapkan. Namun kini kalian sudah tua renta, rambutmu mulai memutih, kulitmu sudah mulai mengkerut, rasa kesedihanku mulai muncul kembali karena ku belum bisa membuat kalian bahagia atas kesuksesan yang selalu kau nantikan dari sang anak. Walaupun semua pengorbananmu takan pernah terbalaskan oleh emas dan permata. Tetapi ku selalu mencoba membuatmu bahagia atas kesuksesanku dalam pendidikan yang selalu kau amanatkan terhadapku.

Wahai ibu dan ayah. Janganlah dulu kau pergi sebelum ku bisa membuat hidupmu bahagia, aku ingin membuat kalian tersenyum atas rasa lelahmu yang selalu kau rundung. Cangkulan mu akan ku rubah menjadi kenangan dalam hidup bahwa kita terlahir dari orang susah bukan orang-orang yang hidup serba mewah. Derajatmu akan ku naikan sebagaimana doa dan harapanku dalam setiap menghadap kepada tuhan. Kini aku sangat sadar bahwa kalian adalah orang yang mementingkan akan pendidikan. Sekalipun hidup kita pas-pasan kau selalu memberikan dorongan terhadapku agar bisa lulus menjadi seorang sarjana yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama terlebih khususnya adalah bagi orang tua.

Kalian adalah ibu dan ayah yang hebat. Yang mampu merobohkan pahitnya kebodohan yang membelenggu otak orang yang terkontaminasi oleh kebutuhan material dan finansial. Sehat selalu untuk kedua orang tuaku. Tunggulah aku menjadi orang yang siap berbakti kepadamu. Rindu dan salamku selalu menyertaimu.

“Seorang pemberani bukan orang yang tidak mempunyai rasa takut, tetapi orang yang mampu berjalan diatas rasa takutnya”
 “Siapa yang bisa menerima kelemahannya, sesungguhnya baru saja menambah satu kelebihan pada dirinya”
“Cintailah orang tua dengan sungguh-sungguh, karena cinta orang tua tak pernah menghadirkan air mata kesedihan”.

@tetesanpenapermana/31 Maret 2018.

Komentar